Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Papua Barat melakukan pembahasan keberlanjutan standar pemberian kompensasi bagi masyarakat adat atas kayu pada areal hak ulayat, dan mekanisme pemanfaatan hutan alas titel yang akan diakomodasi ke dalam peraturan gubernur.

Pelaksana Tugas Kepala Dishut Papua Barat Jimmy W Susanto di Manokwari, Selasa, mengatakan pemerintah daerah memerlukan ide dan gagasan konstruktif untuk mengoptimalkan peninjauan ulang terhadap Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 5 Tahun 2014 tentang Standar Kompensasi Pemberian Hak Ulayat.  

Pembaharuan terhadap regulasi dimaksud merupakan upaya pemerintah daerah memberikan perlindungan bagi masyarakat hukum adat sebagai pemilik hak ulayat dalam pemanfaatan sumber daya hasil hutan sesuai prinsip pengelolaan hutan lestari.  

"Aturan pemanfaatan hutan berdampak positif terhadap peningkatan ekonomi masyarakat adat dan PNBP sektor kehutanan," ucap Jimmy.

Dia menjelaskan luas kawasan hutan dan daratan mencapai 5.293.718 hektare atau 90 persen dari luas keseluruhan Provinsi Papua Barat, sehingga hasil hutan kayu menjadi salah satu potensi terbesar.  

Dengan demikian, maka Pemerintah Provinsi Papua Barat berupaya agar masyarakat adat di sekitar kawasan hutan memperoleh jaminan perizinan yang legal untuk mengelola potensi hasil hutan kayu.   

"Masyarakat adat pemilik hak ulayat berhak memanfaatkan hasil hutan kayu lewat perizinan resmi," ucap Jimmy.

Selain itu, kata dia, pemilik hak ulayat akan memperoleh keuntungan atas pengelolaan dan pemanfaatan kayu melalui pembayaran kompensasi oleh pemegang konsesi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).

Pemilik konsesi wajib merealisasikan biaya kompensasi degradasi hutan ketika melakukan aktivitas penebangan dan pengambilan kayu dari hutan produksi yang terletak di wilayah masyarakat hukum adat.  

"Besarnya biaya kompensasi harus dirundingkan oleh masyarakat adat," ujarnya.

Dia menjelaskan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012 secara tegas memisahkan hutan adat dari hutan negara, yang kemudian memberikan peluang kepada pemerintah daerah menyusun konsep manajemen hutan berbasis kemasyarakatan.  

Meski demikian, perlu dilakukan pemetaan hak ulayat untuk mencegah tindakan manipulatif yang merugikan masyarakat adat dan pemetaan harus memperoleh pengesahan dari kepala daerah.

"Pemetaan hak ulayat itu sebagai implementasi putusan MK Nomor 35 Tahun 2012," ucap Jimmy.

Asisten III Bidang Administrasi Umum Setda Papua Barat Otto Parorongan menerangkan, perkembangan situasi ekonomi mengharuskan pemerintah daerah meninjau ulang standar pemberian kompensasi bagi masyarakat adat atas pemanfaatan hasil hutan kayu.

Pengelolaan sektor kehutanan diatur melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua, dan Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2021

"Pengelolaan hutan secara lestari yang berkelanjutan tetap melibatkan dan memperhatikan hak masyarakat adat," jelas dia.

Pewarta: Fransiskus Salu Weking

Editor : Evarianus Supar


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024