Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Papua Barat memaparkan hasil evaluasi pelaksanaan lima pilar dalam upaya penurunan prevalensi stunting pada 2023.

Koordinator Pengawasan Bidang Instansi Pemerintah Pusat BPKP Papua Barat Fahmi Atvidyan di Manokwari, Sabtu, mengatakan evaluasi tersebut agar pemerintah daerah memperbaiki kinerja penanganan masalah stunting guna mencapai target nasional 14 persen pada 2024.

"Evaluasi yang kami berikan jadi bahan perbaikan bagi pemangku kepentingan dalam penanganan stunting," kata dia.

Berdasarkan hasil pengawasan, kata dia, pemerintah provinsi belum menerbitkan kebijakan turunan Surat Keputusan Tim Percepatan Penurunan Stunting (SK TPPS) sesuai SK Gubernur Nomor 500.6.12/80/4/2023, sehingga tugas TPPS belum terlaksana secara optimal dan belum menyusun laporan kinerja pada 2022.

Selain itu, monitoring dan evaluasi belum berjalan optimal, tugas dan peran TPPS dalam capaian intervensi belum cukup efektif terhadap penurunan angka prevalensi stunting di Papua Barat.

"Kami juga mengambil sampel dari Pemerintah Kabupaten Manokwari dan Kota Sorong, Papua Barat Daya. Nanti kami berikan hasil evaluasi dalam bentuk rekomendasi ke kepala daerah," ujar Fahmi.

BPKP sebagai salah satu aparat pengawasan intern pemerintah (APIP), kata dia, memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan lima pilar dalam strategi nasional percepatan penurunan stunting.

Pilar pertama adalah peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah terkait percepatan penurunan prevalensi stunting. Kedua, peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat.

Ketiga, peningkatan intervensi konvergensi dan intervensi spesifik dalam penanganan stunting yang melibatkan berbagai instansi pemerintah. Keempat, peningkatan ketahanan pangan dan gizi.

"Dan pilar kelima yaitu bagaimana penguatan sistem data informasi dan inovasi yang sudah dilakukan pemerintah daerah," ucap Fahmi.

Ia mengingatkan bahwa prevalensi stunting Papua Barat pada 2022 mencapai 30 persen, menempati urutan keenam provinsi dengan angka stunting tertingggi di Indonesia berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).

Oleh sebab itu, seluruh organisasi perangkat daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, harus meningkatkan sinergi dan kolaborasi agar program intervensi stunting terlaksana secara tepat sasaran.

"Kuncinya adalah komitmen bersama, supaya menyadari betapa pentingnya penanganan masalah stunting agar generasi muda bisa sehat," katanya.

Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Papua Barat Philmona Maria Yarollo optimistis berbagai langkah strategis yang telah dilaksanakan berdampak positif terhadap pencapaian target penurunan stunting pada 2024.

Upaya mengatasi masalah stunting diawali dengan pembentukan TPPS mulai dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga kelurahan atau kampung di seluruh wilayah Papua Barat dan Papua Barat Daya.

Pembentukan TPPS bertujuan mengoordinasikan seluruh sektor dalam melaksanakan delapan aksi konvergensi, 29 indikator esensial, 35 indikator suplai, dan indikator strategis nasional yang tercantum pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 72 Tahun 2021.

"Kehadiran TPPS akan mengoptimalkan upaya percepatan penurunan stunting," ujarnya.

Selain itu, kata dia, pemprov memiliki komitmen menindaklanjuti Keppres 72 Tahun 2021 dengan menerbitkan Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 17 Tahun 2023 sebagai landasan hukum mengeliminasi stunting.

Pemerintah provinsi juga telah melakukan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penurunan Kemiskinan Ekstrem dan Stunting karena dua masalah tersebut saling beririsan serta menggerakkan partisipasi orang tua asuh anak stunting.

"Gerakan orang tua asuh begitu nyata, jumlah anak stunting yang sudah menjadi anak asuh sebanyak 715 anak. Seluruh pemangku kepentingan baik provinsi maupun kabupaten/kota turut berpartisipasi," ucap Maria.

Pewarta: Fransiskus Salu Weking

Editor : Evarianus Supar


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2023