Kepolisian Resor Kota Manokwari, Papua Barat, telah menetapkan lima orang tersangka masuk daftar pencarian orang karena terlibat kasus blokade ruas Jalan Maruni yang merupakan jalan Trans Papua Barat pada 8 Agustus 2023.
Kepala Polresta Manokwari Komisaris Besar Polisi Rivadin Benny Simangunsong di Manokwari, Rabu, mengatakan penangkapan terhadap pelaku tindak kejahatan kerap menimbulkan reaksi masyarakat dengan alasan kepolisian tidak melibatkan tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat.
Oleh sebabnya, kepolisian mengubah pola dengan menginformasikan kepada publik pelaku yang masuk DPO, yakni Hermanus Saiba, Jefri Saiba, Bobi Wonggor, Alex Sayori, dan Melkianus Dowansiba.
"Mereka (tokoh adat dan masyarakat) akan kooperatif membantu jika kepolisian terbuka. Makanya saya sengaja buka nama yang mau ditangkap," ujar Benny saat konferensi pers.
Ia menegaskan keberadaan lima DPO telah diketahui pihak kepolisian, namun diberikan waktu agar masing-masing pelaku dapat menyerahkan diri guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Kepolisian berharap komitmen dari tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat untuk membantu kepolisian menangkap seluruh pelaku dapat direalisasikan.
"Tokoh adat pernah bicara ke kami, kalau mau melakukan penangkapan, tolong koordinasi dengan mereka. Nah, ini saya tunggu komitmen mereka," jelas Benny.
Kapolresta menjelaskan bahwa lima DPO itu akan ditangkap setelah dua kelompok masyarakat yang terlibat pertikaian hingga berbuntut blokade ruas Jalan Maruni bisa terselesaikan secara kekeluargaan.
Meski demikian, hukum positif terhadap lima tersangka tetap ditegakkan sebagai efek jera bagi masyarakat lainnya untuk tidak melakukan hal serupa.
"Jumlah tersangka ada enam orang, satu sudah ditangkap, tinggal lima DPO. Kami berikan waktu, kalau tidak menyerahkan diri maka kami pakai aturan hukum," tegasnya.
Kapolresta menegaskan bahwa aksi blokade sejumlah fasilitas publik berdampak buruk terhadap upaya pembangunan daerah, terutama peningkatan daya saing investasi.
Untuk itu, kepolisian tidak memberikan dispensasi terhadap penyampaian aspirasi yang disertai dengan aksi blokade fasilitas publik karena merupakan kepentingan oknum tertentu.
"Kalau ada masalah bisa diselesaikan dengan mediasi, bukan main palang. Kalau mau denda adat yang rasional, bukan di luar nalar, lalu palang," tegas Benny.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2023
Kepala Polresta Manokwari Komisaris Besar Polisi Rivadin Benny Simangunsong di Manokwari, Rabu, mengatakan penangkapan terhadap pelaku tindak kejahatan kerap menimbulkan reaksi masyarakat dengan alasan kepolisian tidak melibatkan tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat.
Oleh sebabnya, kepolisian mengubah pola dengan menginformasikan kepada publik pelaku yang masuk DPO, yakni Hermanus Saiba, Jefri Saiba, Bobi Wonggor, Alex Sayori, dan Melkianus Dowansiba.
"Mereka (tokoh adat dan masyarakat) akan kooperatif membantu jika kepolisian terbuka. Makanya saya sengaja buka nama yang mau ditangkap," ujar Benny saat konferensi pers.
Ia menegaskan keberadaan lima DPO telah diketahui pihak kepolisian, namun diberikan waktu agar masing-masing pelaku dapat menyerahkan diri guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Kepolisian berharap komitmen dari tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat untuk membantu kepolisian menangkap seluruh pelaku dapat direalisasikan.
"Tokoh adat pernah bicara ke kami, kalau mau melakukan penangkapan, tolong koordinasi dengan mereka. Nah, ini saya tunggu komitmen mereka," jelas Benny.
Kapolresta menjelaskan bahwa lima DPO itu akan ditangkap setelah dua kelompok masyarakat yang terlibat pertikaian hingga berbuntut blokade ruas Jalan Maruni bisa terselesaikan secara kekeluargaan.
Meski demikian, hukum positif terhadap lima tersangka tetap ditegakkan sebagai efek jera bagi masyarakat lainnya untuk tidak melakukan hal serupa.
"Jumlah tersangka ada enam orang, satu sudah ditangkap, tinggal lima DPO. Kami berikan waktu, kalau tidak menyerahkan diri maka kami pakai aturan hukum," tegasnya.
Kapolresta menegaskan bahwa aksi blokade sejumlah fasilitas publik berdampak buruk terhadap upaya pembangunan daerah, terutama peningkatan daya saing investasi.
Untuk itu, kepolisian tidak memberikan dispensasi terhadap penyampaian aspirasi yang disertai dengan aksi blokade fasilitas publik karena merupakan kepentingan oknum tertentu.
"Kalau ada masalah bisa diselesaikan dengan mediasi, bukan main palang. Kalau mau denda adat yang rasional, bukan di luar nalar, lalu palang," tegas Benny.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2023