Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan menyelenggarakan kegiatan Pekan Kebudayaan Daerah Tahun 2022 sebagai wahana untuk merawat dan melestarikan budaya serta kearifan lokal masyarakat setempat.
Selama tiga hari penyelenggaraan kegiatan yang berlangsung di Taman Masasoya Topai Wasior, Ibu Kota Kabupaten Teluk Wondama itu, beragam atraksi budaya masyarakat asli Teluk Wondama ditampilkan, seperti tarian adat, tarian kreasi, suling tambur dan cerita rakyat Wondama.
Tidak itu saja, beberapa tradisi asli seperti tokok sagu atau pangkur sagu (mengambil tepung sagu dari batang sagu), pengolahan makanan tradisional dari buah hitam, dan beberapa kearifan lokal dari suku-suku di Wondama juga turut ditampilkan.
Salah satu atraksi yang cukup menarik perhatian pengunjung yaitu tokok sagu atau pangkur sagu yang kini makin jarang digeluti dan dipelajari oleh generasi muda.
Bersamaan dengan itu juga ditampilkan tradisi membuat makanan tradisional Wondama dari bahan utama Buah Hitam atau yang dalam bahasa lokal disebut 'Piarawi'.
Sagu diketahui merupakan makanan pokok bagi sebagian besar warga Papua yang bermukim di wilayah pesisir pantai, termasuk di Teluk Wondama.
Adapun Buah Hitam (haplolobus cf. monticola husson) merupakan salah satu tanaman endemik Papua khususnya di Teluk Wondama.
Penyelenggara sengaja menampilkan atraksi tokok sagu atau pangkur sagu dalam kegiatan Pekan Kebudayaan Daerah Teluk Wondama agar tradisi warisan nenek moyang itu tidak hilang ditelan zaman.
Dalam kesempatan itu ditampilkan bagaimana cara pengolahan sagu sejak dari masih berupa batang pohon sagu kemudian dibelah dan selanjutnya ditokok – dicacah menggunakan alat khusus dari kayu (amau) untuk memisahkan serbuk patihnya dari kulit.
Serbuk sagu yang telah ditokok – dalam bahasa lokal disebut ‘ela’ kemudian dicampur dengan air, selanjutnya diperas-peras atau diramas hingga mengeluarkan sari patih yang nantinya akan menjadi tepung sagu.
Kegiatan memeras atau meramas ela dilakukan pada wadah khusus dari pelepah daun sagu yang telah dirancang sedemikan rupa menyerupai saluran pembuangan. Tujuannya agar air dari perasan serbuk sagu bisa terpisah dari sari patih sagu yang nantinya menjadi tepung sagu.
Proses menokok hingga memeras atau meramas sagu biasanya dilakukan oleh kaum perempuan. Sementara kaum laki-laki bertugas menyiapkan wadahnya hingga mengangkut tepung sagu yang sudah jadi.
Atraksi tokok sagu itu diperagakan langsung oleh sekelompok anak-anak dan orang tua warga asli Wondama dalam suasana yang diseting menyerupai kondisi di alam atau di dusun.
Hal itu sesuai dengan jargon Pekan Kebudayaan Daerah Teluk Wondama Tahun 2022 yaitu ‘mendama tanda seri’ yang berarti mari kembali ke dusun.
Atraksi tokok sagu tersebut menjadi salah satu suguhan yang banyak mendapatkan perhatian dari pengunjung. Bahkan para pengunjung juga dipersilahkan mencoba melakukan tokok sagu atau memeras sagu.
"Ternyata tidak mudah juga tokok sagu ini. Tapi bagus juga karena kita bisa melihat langsung cara orang Papua membuat sagu," kata Tia Mamuly, salah seorang pengunjung yang berkesempatan mencoba tokok sagu.
Demikian halnya pengolahan makanan lokal dari Buah Hitam atau Piarawi.
Mula-mula daging buah Piarawi dipisahkan dari bijinya kemudian diremas-remas hingga membentuk adonan.
Selanjutnya ditambahkan dengan tepung sagu. Sebagai pemanis bisa ditambahkan gula pasir atau pemanis lainnya.
Campuran daging buah hitam dan tepung sagu kemudian dibungkus dengan daun nipah dan selanjutnya dipanaskan pada bara api hingga matang dan siap disantap.
Buah Hitam juga bisa dimakan langsung. Dagingnya yang mengandung banyak lemak layaknya alpukat dipercaya memiliki khasiat yang baik untuk kesehatan tubuh.
"Kalau makan ini kita kuat, daya tahan tubuh bagus," tutur A Rumadas, warga asli Teluk Wondama.
Mengangkat budaya
Bupati Teluk Wondama Hendrik Mambor berharap kegiatan Pekan Kebudayaan Daerah bisa menjadi sarana untuk mengangkat kembali budaya maupun tradisi asli orang Wondama yang sudah terkikis atau sudah mulai hilang.
Orang nomor satu di Kabupaten Teluk Wondama itu mengakui ada beberapa tradisi maupun kearifan lokal orang Wondama kini sudah mulai hilang bahkan punah karena tergilas perkembangan zaman maupun akibat pergeseran budaya.
"Budaya adalah jati diri kita sehingga perlu kita lestarikan. Saya berharap lewat PKD ini nilai-nilai budaya yang ada boleh dikembalikan. Dikemas dengan baik sehingga generasi muda kita bisa mengetahuinya," ujar Bupati Mambor.
Ketua Panitia Pekan Kebudayaan Daerah Teluk Wondama Yefta Siregar menyebut kegiatan yang baru pertama kali diselenggarakan itu bertujuan untuk melestarikan seni dan budaya daerah, juga dalam rangka membangun citra Wondama sebagai daerah destinasi wisata di Indonesia.
Diharapkan melalui kegiatan tersebut, arus kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara ke Teluk Wondama semakin meningkat sehingga bisa menumbuhkan ekonomi kreatif masyarakat yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat setempat.
Ada banyak budaya dan tradisi masyarakat Teluk Wondama yang bisa diangkat ke permukaan, tidak saja agar dikenal oleh banyak orang tetapi yang lebih utama agar bisa diwariskan secara turun-temurun kepada generasi selanjutnya di daerah yang dikenal dengan istilah 'Tanah Peradaban Orang Papua' itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2022
Selama tiga hari penyelenggaraan kegiatan yang berlangsung di Taman Masasoya Topai Wasior, Ibu Kota Kabupaten Teluk Wondama itu, beragam atraksi budaya masyarakat asli Teluk Wondama ditampilkan, seperti tarian adat, tarian kreasi, suling tambur dan cerita rakyat Wondama.
Tidak itu saja, beberapa tradisi asli seperti tokok sagu atau pangkur sagu (mengambil tepung sagu dari batang sagu), pengolahan makanan tradisional dari buah hitam, dan beberapa kearifan lokal dari suku-suku di Wondama juga turut ditampilkan.
Salah satu atraksi yang cukup menarik perhatian pengunjung yaitu tokok sagu atau pangkur sagu yang kini makin jarang digeluti dan dipelajari oleh generasi muda.
Bersamaan dengan itu juga ditampilkan tradisi membuat makanan tradisional Wondama dari bahan utama Buah Hitam atau yang dalam bahasa lokal disebut 'Piarawi'.
Sagu diketahui merupakan makanan pokok bagi sebagian besar warga Papua yang bermukim di wilayah pesisir pantai, termasuk di Teluk Wondama.
Adapun Buah Hitam (haplolobus cf. monticola husson) merupakan salah satu tanaman endemik Papua khususnya di Teluk Wondama.
Penyelenggara sengaja menampilkan atraksi tokok sagu atau pangkur sagu dalam kegiatan Pekan Kebudayaan Daerah Teluk Wondama agar tradisi warisan nenek moyang itu tidak hilang ditelan zaman.
Dalam kesempatan itu ditampilkan bagaimana cara pengolahan sagu sejak dari masih berupa batang pohon sagu kemudian dibelah dan selanjutnya ditokok – dicacah menggunakan alat khusus dari kayu (amau) untuk memisahkan serbuk patihnya dari kulit.
Serbuk sagu yang telah ditokok – dalam bahasa lokal disebut ‘ela’ kemudian dicampur dengan air, selanjutnya diperas-peras atau diramas hingga mengeluarkan sari patih yang nantinya akan menjadi tepung sagu.
Kegiatan memeras atau meramas ela dilakukan pada wadah khusus dari pelepah daun sagu yang telah dirancang sedemikan rupa menyerupai saluran pembuangan. Tujuannya agar air dari perasan serbuk sagu bisa terpisah dari sari patih sagu yang nantinya menjadi tepung sagu.
Proses menokok hingga memeras atau meramas sagu biasanya dilakukan oleh kaum perempuan. Sementara kaum laki-laki bertugas menyiapkan wadahnya hingga mengangkut tepung sagu yang sudah jadi.
Atraksi tokok sagu itu diperagakan langsung oleh sekelompok anak-anak dan orang tua warga asli Wondama dalam suasana yang diseting menyerupai kondisi di alam atau di dusun.
Hal itu sesuai dengan jargon Pekan Kebudayaan Daerah Teluk Wondama Tahun 2022 yaitu ‘mendama tanda seri’ yang berarti mari kembali ke dusun.
Atraksi tokok sagu tersebut menjadi salah satu suguhan yang banyak mendapatkan perhatian dari pengunjung. Bahkan para pengunjung juga dipersilahkan mencoba melakukan tokok sagu atau memeras sagu.
"Ternyata tidak mudah juga tokok sagu ini. Tapi bagus juga karena kita bisa melihat langsung cara orang Papua membuat sagu," kata Tia Mamuly, salah seorang pengunjung yang berkesempatan mencoba tokok sagu.
Demikian halnya pengolahan makanan lokal dari Buah Hitam atau Piarawi.
Mula-mula daging buah Piarawi dipisahkan dari bijinya kemudian diremas-remas hingga membentuk adonan.
Selanjutnya ditambahkan dengan tepung sagu. Sebagai pemanis bisa ditambahkan gula pasir atau pemanis lainnya.
Campuran daging buah hitam dan tepung sagu kemudian dibungkus dengan daun nipah dan selanjutnya dipanaskan pada bara api hingga matang dan siap disantap.
Buah Hitam juga bisa dimakan langsung. Dagingnya yang mengandung banyak lemak layaknya alpukat dipercaya memiliki khasiat yang baik untuk kesehatan tubuh.
"Kalau makan ini kita kuat, daya tahan tubuh bagus," tutur A Rumadas, warga asli Teluk Wondama.
Mengangkat budaya
Bupati Teluk Wondama Hendrik Mambor berharap kegiatan Pekan Kebudayaan Daerah bisa menjadi sarana untuk mengangkat kembali budaya maupun tradisi asli orang Wondama yang sudah terkikis atau sudah mulai hilang.
Orang nomor satu di Kabupaten Teluk Wondama itu mengakui ada beberapa tradisi maupun kearifan lokal orang Wondama kini sudah mulai hilang bahkan punah karena tergilas perkembangan zaman maupun akibat pergeseran budaya.
"Budaya adalah jati diri kita sehingga perlu kita lestarikan. Saya berharap lewat PKD ini nilai-nilai budaya yang ada boleh dikembalikan. Dikemas dengan baik sehingga generasi muda kita bisa mengetahuinya," ujar Bupati Mambor.
Ketua Panitia Pekan Kebudayaan Daerah Teluk Wondama Yefta Siregar menyebut kegiatan yang baru pertama kali diselenggarakan itu bertujuan untuk melestarikan seni dan budaya daerah, juga dalam rangka membangun citra Wondama sebagai daerah destinasi wisata di Indonesia.
Diharapkan melalui kegiatan tersebut, arus kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara ke Teluk Wondama semakin meningkat sehingga bisa menumbuhkan ekonomi kreatif masyarakat yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat setempat.
Ada banyak budaya dan tradisi masyarakat Teluk Wondama yang bisa diangkat ke permukaan, tidak saja agar dikenal oleh banyak orang tetapi yang lebih utama agar bisa diwariskan secara turun-temurun kepada generasi selanjutnya di daerah yang dikenal dengan istilah 'Tanah Peradaban Orang Papua' itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2022