Wakil Bupati Teluk Wondama, Andarias Kayukatuy mengakui, jajarannya selama dua tahun terakhir kurang memberi perhatian terhadap penanganan HIV-AIDS karena lebih fokus menangani pandemi COVID-19.
"Kita harus akui itu karena beberapa tahun terakhir ini kita sibuk dengan COVID-19 sehingga tidak ada yang begitu memperhatikan masalah HIV/AIDS. Padahal HIV/AIDS mungkin lebih berbahaya dari COVID-19," kata Andarias di Wasior, Papua Barat, Minggu.
Andarias mendorong perlunya pemeriksaan HIV/AIDS secara luas untuk mengetahui seberapa besar tingkat penularan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia itu di Wondama.
Masyarakat Wondama, katanya, masih merasa HIV itu sesuatu yang kurang bagus, sehingga enggan memeriksakan diri.
"Saya setuju setiap (unit) pelayanan, ketika ada yang datang ke puskesmas langsung diambil darahnya untuk dites supaya kita bisa tahu bagaimana kondisi HIV/AIDS di Kabupaten Teluk Wondama," ujarnya.
Andarias khawatir kasus HIV-AIDS di wilayahnya bisa bertambah lebih banyak jika semua penduduk dilakukan pemeriksaan.
"Bisa-bisa sudah menular ke orang lain juga. Sehingga hal ini perlu kita perhatikan bersama karena HIV ini tidak ada gejala," ucap mantan Kepala Dinas Sosial Teluk Wondama itu.
Pengelola Program HIV/AIDS dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Teluk Wondama Melany A Rumawak menyebutkan, berdasarkan data terakhir, jumlah ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) di Wondama sudah sebanyak 533 orang. Jumlah itu merupakan angka kumulatif sejak tahun 2017.
“Data itu dari 2017 sampai sekarang. Itu sudah termasuk yang meninggal, yang hilang kontak, yang sudah keluar dari kabupaten, yang lagi mengandung dan yang dalam pengobatan," papar Melany.
Data jumlah ODHA yang dimiliki KPA Wondama merupakan data yang dihimpun secara manual berdasarkan temuan kasus di Puskesmas yang kemudian dirujuk ke RSUD Teluk Wondama.
Sementara berdasarkan data yang terinput dalam Sistem Informasi HIV/AIDS (SIHA), jumlah orang yang terinfeksi HIV-AIDS di wilayah itu baru tercatat 90 orang.
Melany membenarkan bahwa sebagian masyarakat Wondama masih enggan memeriksakan diri untuk mengetahui status HIV/AIDS. Hal itu lantaran HIV/AIDS dianggap sebagai penyakit kutukan.
Kondisi itulah yang menjadi tantangan terbesar dalam penanganan HIV/AIDS.
"Jadi masyarakat masih enggan untuk datang ke layanan. Apalagi kalau ada yang sudah positif, begitu skrining ketemu di (unit) layanan, mereka tahu mereka positif mereka langsung menutup diri," kata Melany menjelaskan.
Pengelola Program HIV/AIDS dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat Marlov Taribaba berpandangan perlu ada upaya yang lebih masif agar masyarakat mau memeriksa status HIV/AIDS, termasuk dengan melakukan pemeriksaan massal.
Untuk bisa mengubah cara pandang masyarakat tentang HIV/AIDS, katanya, perlu contoh langsung dari para pemimpin maupun para tokoh di daerah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Wabup Wondama: Penanganan HIV-AIDS terabaikan karena COVID-19
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2022
"Kita harus akui itu karena beberapa tahun terakhir ini kita sibuk dengan COVID-19 sehingga tidak ada yang begitu memperhatikan masalah HIV/AIDS. Padahal HIV/AIDS mungkin lebih berbahaya dari COVID-19," kata Andarias di Wasior, Papua Barat, Minggu.
Andarias mendorong perlunya pemeriksaan HIV/AIDS secara luas untuk mengetahui seberapa besar tingkat penularan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia itu di Wondama.
Masyarakat Wondama, katanya, masih merasa HIV itu sesuatu yang kurang bagus, sehingga enggan memeriksakan diri.
"Saya setuju setiap (unit) pelayanan, ketika ada yang datang ke puskesmas langsung diambil darahnya untuk dites supaya kita bisa tahu bagaimana kondisi HIV/AIDS di Kabupaten Teluk Wondama," ujarnya.
Andarias khawatir kasus HIV-AIDS di wilayahnya bisa bertambah lebih banyak jika semua penduduk dilakukan pemeriksaan.
"Bisa-bisa sudah menular ke orang lain juga. Sehingga hal ini perlu kita perhatikan bersama karena HIV ini tidak ada gejala," ucap mantan Kepala Dinas Sosial Teluk Wondama itu.
Pengelola Program HIV/AIDS dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Teluk Wondama Melany A Rumawak menyebutkan, berdasarkan data terakhir, jumlah ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) di Wondama sudah sebanyak 533 orang. Jumlah itu merupakan angka kumulatif sejak tahun 2017.
“Data itu dari 2017 sampai sekarang. Itu sudah termasuk yang meninggal, yang hilang kontak, yang sudah keluar dari kabupaten, yang lagi mengandung dan yang dalam pengobatan," papar Melany.
Data jumlah ODHA yang dimiliki KPA Wondama merupakan data yang dihimpun secara manual berdasarkan temuan kasus di Puskesmas yang kemudian dirujuk ke RSUD Teluk Wondama.
Sementara berdasarkan data yang terinput dalam Sistem Informasi HIV/AIDS (SIHA), jumlah orang yang terinfeksi HIV-AIDS di wilayah itu baru tercatat 90 orang.
Melany membenarkan bahwa sebagian masyarakat Wondama masih enggan memeriksakan diri untuk mengetahui status HIV/AIDS. Hal itu lantaran HIV/AIDS dianggap sebagai penyakit kutukan.
Kondisi itulah yang menjadi tantangan terbesar dalam penanganan HIV/AIDS.
"Jadi masyarakat masih enggan untuk datang ke layanan. Apalagi kalau ada yang sudah positif, begitu skrining ketemu di (unit) layanan, mereka tahu mereka positif mereka langsung menutup diri," kata Melany menjelaskan.
Pengelola Program HIV/AIDS dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat Marlov Taribaba berpandangan perlu ada upaya yang lebih masif agar masyarakat mau memeriksa status HIV/AIDS, termasuk dengan melakukan pemeriksaan massal.
Untuk bisa mengubah cara pandang masyarakat tentang HIV/AIDS, katanya, perlu contoh langsung dari para pemimpin maupun para tokoh di daerah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Wabup Wondama: Penanganan HIV-AIDS terabaikan karena COVID-19
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2022